Rabu, 15 Juni 2011

HUBUNGAN TRANSAKSI

Transaksi pihak-pihak dalam hubungan istimewa dewasa ini mendapat perhatian yang sangat serius baik dari  dalam kalangan dunia bisnis maupun dari pihak otoritas perpajakan. Pada dasarnya transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu kesepakatan atau pengaturan bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling tidak bebas satu dengan lainnya untuk tujuan tertentu. Unsur kesepakatan dalam menentukan harga transaksi adalah hal yang paling menjadi perhatian, karena kesepakatan dalam penentuan harga dapat membawa dampak keuntungan maupun kerugian bagi pihak-pihak terkait (stake holder).
Stake holder yang perlu mendapat informasi yang transparan dari transaksi  di atas antara lain, investor, kreditor, pemegang saham (share holder). Jika menyangkut kewajiban perpajakan, keterbukaan juga diperlukan untuk otoritas perpajakan, dan dalam hal perusahaan adalah suatu perusahaan terbuka (go public), keterbukaan juga diperlukan bagi masyarakat luas. Dengan keterbukaan atas transaksi ini maka pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Stake Holder akan didasarkan pada informasi yang benar. Demikian juga bagi otoritas perpajakan, adanya keterbukaan dalam pengungkapan transaksi pihak-pihak dalam pengaruh hubungan istimewa, dapat menjadi dasar penetapan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
I. Definisi Transaksi Hubungan Istimewa :
Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 7 tentang Pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan istimewa, diberikan definisi sebagai berikut:
Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional.
Transaksi antara pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.
Dalam penjelasan definisi tersebut diuraikan lebih lanjut bahwa termasuk sebagai pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah perusahaan dibawah pengendalian satu atau lebih perantara (intermediaries), perusahaan asosiasi (associated company); perorangan yang memiliki hak suara yang berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat ; karyawan kunci;  dan  perusahaan yang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang yang berpengaruh signifikan.
Definisi yang sama juga diberikan oleh International Financial Statement Standar  sebagai berikut : 
A related party is a person or entity that is related to the entity that is preparing its financial statements (referred to as the 'reporting entity') [IAS 24.9].
A related party transaction is a transfer of resources, services, or obligations between related parties, regardless of whether a price is charged. [IAS 24.9]
Dalam Standar Laporan Keuangan Internasional juga mensyaratkan adanya pengungkapan (Disclosure ) jika terjadi transaksi hubungan istimewa, sebagai berikut, Regardless of whether there have been transactions between a parent and a subsidiary, an entity must disclose the name of its parent and, if different, the ultimate controlling party. If neither the entity's parent nor the ultimate controlling party produces financial statements available for public use, the name of the next most senior parent that does so must also be disclosed. [IAS 24.16]
Transaksi hubungan istimewa dapat terjadi antara pihak-pihak dalam wilayah suatu negara (domestic transaction) atau melewati lintas batas negara (cross border transaction). Transaksi secara domestik terjadi jika terjadi transfer sumberdaya atau kewajiban antara satu pihak dengan pihak yang lain, keduanya masih berada dalam hanya dalam lingkup batas wilayah suatu negara. Karena masih dalam wilayah kedaulatan suatu negara, tentunya masih tunduk pada ketentuan hukum dan peraturan yang sama. Lain halnya jika transaksi melintasi batas wilayah negara, akan membawa permasalahan yang lebih kompleks, mengingat pada suatu transaksi tersebut akan bersentuhan dengan aturan hukum dari negara-negara yang berbeda.
II. Aspek Perpajakan dalam Transaksi hubungan istimewa
Dalam ketentuan peraturan perpajakan, transaksi hubungan  istimewa mendapat perhatian yang khusus, terlebih jika transaksi tersebut disinyalir dilakukan untuk tujuan penghindaran pajak dengan cara melaporkan penghasilan kurang dari yang semestinya atau pembebanan biaya yang tidak wajar. Transaksi hubungan istimewa dapat juga menyebabkan penentuan harga penyerahan sebagai dasar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai menjadi lebih kecil dari yang semestinya. Walaupun sebenarnya ketentuan perpajakan kurang berimbang, karena hanya menitikberatkan pada transaksi yang berakibat berkurangnya potensi penerimaan pajak, akan tetapi tidak mengatur jika transaksi hubungan istimewa tersebut mengakibatkan penghasilan menjadi lebih besar atau pembebanan biaya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan transaksi dengan menggunakan harga pasar wajar.
Hubungan Istimewa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pajak diatur dalam:
1.       Pasal 18 ayat (4) UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 sebagai berikut:
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
  • Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
  • Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
  • terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
2.       Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2010, sebagai berikut:
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
  • Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir
  • Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
  • Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat

3.       Pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan mitra perjanjian, antara lain sebagai berikut:
Perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa, apabila:
(a)      suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau
(b)      terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangannya yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang karena kondisi- kondisi tadi, tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
Ketentuan perpajakan terhadap wajib pajak, pengusaha atau perusahaan yang memiliki transaksi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud di atas adalah:
1.       Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
2.       Mengungkapkan transaksi-transaksi yang dilakukannya dalam lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan PPh
3.       Wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan perhitungan kembali apabila Transaksi hubungan istimewa tidak menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha secara benar.
III Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's length principle) dalam transaksi Hubungan Istimewa
Wajib Pajak dalam melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle). Dalam Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Sama dan sebanding tidaklah dalam arti sama persis, akan tetapi terdapat batasan-batasan rentang yang wajar.
Batasan rentang wajar memang tidak diberikan batasan yang pasti, tapi kalau merujuk pada ketentuan umum seperti yang di tetapkan dalam PSAK, batasan wajar dapat diartikan dalam batasan yang tidak material (immaterial items). Batasan ini dapat juga diartikan sebagai jumlah yang tidak signifikan terhadap keseluruhan transaksi. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010 menetapkan batasan material adalah transaksi yang tidak melebihi Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak perlu dilakukan penerapan prinsip penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, tapi cukup dengan membukuan seperti cara biasa.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010 diatur langkah-langkah dalam penerapan-penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, sebagai berikut :
a.       melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b.       menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c.       menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis kesebandingan  dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d.       mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Analisis kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud. Dalam langkah ini juga ditentukan data pembanding yang berupa data pembanding internal dan eksternal. Data pembanding internal didapatkan dari data perusahaan sendiri atas transaksi yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, dan data eksternal adalah data perusahaan lain atas transaksi sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Penetapan Transaksi sejenis dilakukan dengan memperhatikan kondisi materialitas dan signifikan. Data pembanding internal lebih diprioritaskan penggunaannya dibandingkan data pembanding eksternal.
Dalam analisis kesebandingan ada faktor-faktor yang mempengaruhi kesebandingan yaitu karakteristik barang/harta dan jasa, fungsi masing-masing pihak yang melakukan transaksi ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian, keadaan ekonomi, dan strategi usaha. Karakteristik barang dan jasa merupakan sifat fisik dan karakternya. Sifat ini harus dapat dibandingkan secara signifikan untuk mendapatkan data sebanding. Fungsi masing-masing pihak harus dapat mendeskripsikan apa kaitan penyerahan antar pihak tersebut, dapat dari rangkaian fungsi produksi sampai distribusi dan penyediaan jasa. Dalam melakukan penilaian dan analisis atas kontrak/perjanjian harus dilakukan analisis terhadap tingkat tanggung jawab, risiko, dan keuntungan yang dibagi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, yang meliputi ketentuan tertulis dan tidak tertulis. Keadaan Ekonomi yang relevan, seperti keadaan geografis, luas pasar, tingkat persaingan, tingkat permintaan dan penawaran, serta tingkat ketersediaan barang atau jasa pengganti pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, juga dapat menjadi faktor analisa kesebandingan. Dan yang terakhir dilakukan analisa terhadap strategi usaha antara lain dengan mengidentifikasi inovasi dan pengembangan produk baru, tingkat diversifikasi barang/jasa, tingkat penetrasi pasar, dan kebijakan-kebijakan usaha lainnya, yang terjadi pada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
Dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar diberikan panduan metode mana yang tepat diterapkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah :
a.       metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP);
b.       metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM);
c.       metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM).
Penerapan metode-metode ini wajib dilakukan secara berurutan sesuai urutan prioritasnya. Prioritas pertama dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen. Jika metode ini tidak tepat maka diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus tergantung mana yang lebih sesuai untuk diterapkan. Dalam hal metode ini juga tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba atau metode laba bersih transaksional.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen adalah:
a.       barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi yang sebanding; atau
b.       kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode penjualan kembali  adalah :
a.       tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
b.      pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya-plus adalah:
a.       barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
b.       terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
c.       bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Metode pembagian laba secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut :
a.       transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau
b.       terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.
Dalam hal kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) dapat diterapkan.
Penerapan metode-metode diatas akan menghasilkan harga atau laba wajar. Harga atau laba  wajar dapat berbentuk harga tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR). Rentang Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar dapat terbentuk jika pengujian data pembanding diperoleh dari banyak data pembanding. Jika yang digunakan adalah rentangan, maka ditentukan harga wajar atau laba wajar dalam antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan
b.       didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan.
Dalam hal persyaratan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka digunakan Harga Wajar atau Laba Wajar tunggal.
Dalam hal transaksi jasa yang dipengaruhi hubungan istimewa, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha juga wajib diterapkan. Persyaratan transaksi jasa memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah:
a.       penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
b.       terdapat manfaat ekonomis atau komersial dari perolehan jasa; dan
c.       nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding.
Langkah-langkah dalam penentuan Harga jasa wajar atau laba wajar dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas. Akan tetapi ada kalanya Jasa dimanfaatkan tidak hanya oleh wajib pajak sendiri, tetapi secara bersama-sama jasa tersebut juga dimanfaatkan oleh pihak lain yang memiliki hubungan istimewa, akan tetapi tidak dapat diidentifikasi nilai transaksi jasa yang diterima masing-masing. Dalam hal demikian maka beban jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-masing pihak . Pengalokasian beban jasa harus terukur dan berdasarkan perhitungan yang dapat diandalkan. Hal ini juga berlaku sama atas transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud.
IV.  Pengungkapan Transaksi Hubungan Istimewa.
Wajib Pajak diwajibkan melaporkan setiap transaksi yang dipengaruhi hubungan Istimewa dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan. Mulai Tahun Pajak 2009, selain transaksi hubungan istimewa ditambahkan kewajiban melaporkan transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax heaven country. Kriteria tax heaven country yaitu:
a.       Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan PPh; Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%). atau
b.       Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang berdasarkan perundang-undangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.
Sampai saat ini belum didapatkan peraturan penetapan negara-negara yang masuk dalam kriteria tax heaven country. Dapat disadari bahwa penentuan suatu negara kedalam kriteria tax heaven country bukanlah hal yang sederhana. Penentuan kriteria dengan memuat secara definitif suatu negara ke dalam kriteria tax heaven country dirasa kurang etis, dan dapat menimbulkan keberatan dari negara yang bersangkutan. Penetapan hanya diberikan pada batasan-batasan tax heaven country, tanpa menunjuk secara definitif negara mana yang dimaksud.
Dalam pengungkapan disclosure transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, Wajib Pajak diwajibkan mengisi dan melampirkan formulir lampiran khusus yaitu:
1. pernyataan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (Lampiran Khusus 3A/3B), yang berisi :
a.       Daftar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, meliputi:
Nama, alamat, NPWP (Tax Identification Number), Kegiatan Usaha  lawan transaksi, dan bentuk hubungan dengan Wajib Pajak
b.       Rincian Transaksi Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, meliputi Nomor Urut Transaksi berdasarkan urutan waktu,  Nama Mitra Transaksi, Jenis Transaksi ,Nilai Transaksi , dan metode penetapan harga.
Metode Penetapan Harga adalah metode yang diplih untuk digunakan dalam menentukan harga transfer wajar dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Metode yang diperkenankan adalah Comparable Uncontrolled Price, Cost Plus Method, Resale Price Method,Transactional Net Margin Method,dan Profit Split Method serta alasan penggunaan metode tersebut.
2.       Dokumentasi Penetapan Harga Wajar (Lampiran Khusus 3A-1/3B-1)
Dalam lampiran ini Wajib Pajak memberikan pernyataan tentang  dibuat tidaknya dokumentasi penetapan harga wajar, dan menyatakan:
a. membuat catatan-catatan khusus sebagai mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan Istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran (arm's length principle) dan kelaziman
b.  Gambaran Perusahaan Secara Rinci
c.  Catatan rinci mengenai Transaksi
d.  Catatan Hasil Analisis Kesebandingan
e.  Catatan Mengenai Penentuan Harga Wajar
3.       Transaksi Dengan Pihak Yang Merupakan Penduduk Tax Haven Country   (.Lampiran Khusus 3a-2/3b-2)
Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang merupakan penduduk tax haven country wajib melaporkan:
a. Nama, pihak yang merupakan penduduk tax haven country, Jenis Transaksi, Negara pihak lawan transaksi, dan Nilai Transaksi
b.  Pernyataan bahwa nilai transaksi telah atau tidak ditetapkan dengan harga pasar wajar atau kelaziman usaha.
III.      Wewenang Direktur Jenderal Pajak dalam penetapan transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan Istimewa.
Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib Pajak .
Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi hubungan istimewa apabila:
  • Wajib Pajak tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman usaha sesuai ketentuan yang berlaku
  • Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan/atau menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Penetapan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP melalui Pemeriksaan Pajak. Kewenangan ini tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa. Demikian juga dalam hal terdapat indikasi sebagai tindak pidana di bidang perpajakan atas transaksi hubungan istimewa maka Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang KUP.
Dalam hal terjadi koreksi atas suatu harga atau laba transaksi hubungan istimewa terhadap wajib pajak, maka koreksi tersebut akan mempengaruhi harga perolehan atau harga transfer lawan  transaksinya. Jika terjadi suatu koreksi atas wajib pajak maka Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyesuaian (correlative adjustment) terhadap penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas suatu penyesuaian (primary adjustment) yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak. Demikian juga jika koreksi dilakukan oleh otoritas pajak negara lain atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak negara tersebut yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak dalam negeri Indonesia. Khusus dalam hal penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan sendiri penyesuaian penghitungan pajaknya.
IV      Hak-hak Wajib Pajak sehubungan dengan Penentuan harga transfer yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menyelesaikan sengketa perpajakan yang menyangkut penerapan ketentuan dalam P3B. Termasuk dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak di negara mitra P3B terhadap Wajib Pajak yang menjadi lawan transaksinya. Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement adalah hasil yang telah disepakati oleh Pejabat yang Berwenang dari Indonesia dan Negara Mitra P3B. Dengan adanya MAP akan ditentukan harga transfer yang disepakati antara Wajib pajak yang ada pada kedua negara dan otoritas perpajakan kedua negara.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) sebagai upaya menghindari permasalahan yang mungkin timbul dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain.
Sumber :
  • Undang-undang KUP
  • Undang-undang Pajak Penghasilan.
  • Undang-undang PPN dan PPn BM
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER - 43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 69/PJ/2010 Tentang Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 48/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
  • Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Dimuat pada Majalah Gagas Pajak Edisi III

HUBUNGAN PERAWAT DENGAN DOK

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan, yang diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar asuhan keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Hartianah.Z, 1997), dalam menjalankan asuhan keperawatan, perawat selalu mengadakan hubungan dengan pasien (Robert Priharjo,1995). Disisi lain peningkatan hubungan antara perawat dengan pasien dapat dilakukan melalui penerapan proses keperawatan (Nursalam, 2001).
Dasar hubungan perawat, dokter, dan pasien merupakan mutual humanity dan pada hakekatnya hubungan yang saling ketergantungan dalan mewujudkan harapan pasien terhadap keputusan tindakan asuhan keperawatan .
Untuk memulai memahami hubungan secara manusiawi pada pasien, perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan harus memahami bahwa penyebab bertambahnya kebutuhan manusiawi secara universal menimbulkan kebutuhan baru, dan membuat seseorang (pasien) yang rentan untuk menyalahgunakan.
Dengan demikian bagaimanapun hakekat hubungan tersebut adalah bersifat dinamis, dimana pada waktu tertentu hubungan tersebut dapat memperlihatkan karakteristik dari salah satu atau semua pada jenis hubungan, dan perawat harus mengetahui bahwa pasien yang berbeda akan memperlihatkan reaksi- reaksi yang berbeda terhadap ancaman suatu penyakit yang telah dialami, dan dapat mengancam humanitas pasien.
Oleh sebab itu sebagai perawat professional, harus dapat mengidentifikasi komponen- konponen yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Factor- factor tersebut adalah : factor agama, social, pendidikan, ekonomi, pekerjaan/ posisi pasien termasuk perawat, dokter dan hak-hak pasien, yang dapat mengakibatkan pasien perlu mendapat bantuan perawat dan dokter dalan ruang lingkup pelayanan kesehatan. disamping harus menentukan bagaimana keadaan tersebut dapat mengganggu humanitas pasien sehubungan dengan integritas pasien sebagai manusia yang holistic.

Kamis, 09 Juni 2011

HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN


________________________________________
HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN
________________________________________

PENDAHULUAN

Hubungan terapeutik perawat-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien. Dalam hubungan ini perawat memakai diri sendiri dan teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja dengan klien untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.
Secara umum tujuan hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 96), yaitu:
1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan diri yang meningkat
2. Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri ditingkatkan
3. Kemampuan untuk membina hubungan intim interdependen, pribadi dengan kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.
4. Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.
Untuk mencapai tujuan di atas, berbagai aspek kehidupan klien akan diekspresikan selama berhubungan dengan perawat. Perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan persepsi serta dihubungkan dengan perilaku yang tampak (hasil observasi dan laporan). Area yang diidentifikasi sebagai konflik dan kecemasan perlu diklarifikasi. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi kemampuan klien dan mengoptimalkan kemampuan melakukan hubungan sosial dan keluarga. Komunikasi akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah jika klien sudah mencoba pola perilaku dan koping baru yang konstruktif.
Status klien dalam hubungan terapeutik perawat-klien sudah berubah dari dependen menjadi interdependen. Pada waktu yang lalu, perawat mengambil keputusan untuk klien, saat ini perawat memberi alternatif dan membantu klien dalam proses pemecahan masalah (Cook dan Fontaine, 1987; 14).
Di dalam hubungan terapeutik perawat-klien, perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam membantu klien, perlu mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien.
Makalah ini akan menguraikan bagaimana meningkatkan kesadaran diri perawat agar berkembang kualitasnya dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencakup uraian tentang tahap hubungan perawat-klien, sifat hubungan dan teknik komunikasi dalam berhubungan.



ANALISA DIRI PERAWAT

Perawat merupakan profesi yang menolong manusia untuk beradaptasi secara positif terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang diberikan harus bersifat terapeutik. Instrumen utama yang dipakai adalah diri perawat sendiri. Jadi analisa diri sendiri merupakan dasar utama untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Fokus analisa diri yang penting adalah kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan menjadi model dan rasa tanggung jawab. Khususnya dalam berhubungan dengan klien anak, perawat perlu mengkaji pengalaman masa kanak-kanaknya karena dapat mempengaruhi interaksi. Dengan mengetahui sifat diri sendiri diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara terapeutik untuk menolong klien tanpa merusak integritas diri.


KESADARAN DIRI

Banyak pendapat mengatakan bahwa perawat perlu menjawab pertanyaan “siapa saya?”. Perawat harus dapat mengkaji perasaan, reaksi dan perilakunya secara pribadi maupun sebagai pemberi asuhan keperawatan. Kesadaran diri akan membuat perawat menerima perbedaan dan keunikan klien.
Kesadaran diri dan perkembangan diri perawat perlu ditingkatkan agar penggunaan diri secara terapeutik dapat lebih efektif. Johari Window (Stuart dan Sundeen, 1987; 98) menggambarkan tentang perilaku, pikiran dan perasaan seseorang melalui gambar berikut.


1
Diketahui oleh diri sendiri
dan orang lain

2
Hanya diketahui oleh
orang lain


3
Hanya diketahui oleh
diri sendiri

4
Tidak diketahui oleh
siapapun

Johari Window Sundeen, SJ., dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1987; 98)

Kuadran 1 adalah kuadran yang terdiri dari perilaku, pikiran dan perasaan yang diketahui oleh individu dan orang lain di sekitarnya. Kuadran 2 sering disebut kuadran buta karena hanya diketahui oleh orang lain. Kuadran 3 disebut rahasia karena hanya diketahui oleh individu. Ada 3 prinsip yang dapat diambil dari Johari Window, yaitu:
1. Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain.
2. Jika kuadran 1 yang paling kecil, berarti komunikasinya buruk atau kesadaran dirinya kurang.
3. Kuadran 1 paling besar pada individu yang mempunyai kesadaran diri yang tinggi.

Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui 3 cara (Stuart dan Sundeen, 1987; 98-99), yaitu:

1. Mempelajari diri sendiri
Proses eksplorasi diri sendiri, tentang pikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang menyenangkan, hubungan interpersonal dan kebutuhan pribadi.

2. Belajar dari orang lain
Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik dari orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri sendiri. Aspek yang negatif memberi kesadaran bagi individu untuk memperbaikinya sehingga individu akan selalu berkembang setiap menerima umpan balik.

3. Membuka diri.
Keterbukaan merupakan salah satu kriteria kepribadian yang sehat. Untuk ini harus ada teman intim yang dapat dipercaya untuk menceritakan hal yang meupakan rahasia.
Proses peningkatan kesadaran diri sering menyakitkan dan tidak mudah khususnya jika ditemukan konflik dengan ideal diri tetapi hal ini merupakan tantangan untuk berubah dan tumbuh.


KLARIFIKASI NILAI

Walaupun hubungan perawat-klien merupakan hubungan timbal balik tetapi kebutuhan klien selalu diutamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Jika perawat mempunyai konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan mengklarifikasi agar tidak mempengaruhi hubungan perawat-klien. Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang dimiliki.


EKSPLORASI PERASAAN

Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya dan mengontrolnya agar ia dapat menggunakan dirinya secara terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987; 102). Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia mendapatkan dua informasi penting yaitu bagaimana responnya terhadap klien dan bagaimana penampilannya terhadap klien. Sewaktu berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.


KEMAMPUAN MENJADI MODEL

Perawat yang mempunyai masalah pribadi seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal yang terganggu akan mempengaruhi hubungannya dengan klien. (Stuart dan Sundeen, 1987; 103). Perawat mungkin menolak dan mengatakan bahwa ia dapat memisahkan hubungan profesional dengan kehidupan pribadi. Tetapi hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa karena perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien.
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.



HUBUNGAN TERAPEUTIK

Hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987; 103). (Lihat Tabel 1)

Tabel 1. Perbedaan Hubungan Sosial dan Hubungan Terapeutik

Komponen Hubungan Hubungan Sosial Hubungan Terapeutik
Saling membuka diri


Fokus percakapan


Topik yang tepat


Hubungan pengalaman dengan topik percakapan


Orientasi waktu

Pengungkapan perasaan


Pengakuan harkat individu
Bervariasi


Tidak dikenal oleh partisipan


Sosial, bisnis, umum dan tidak pribadi

Tidak terkait dan mengguna-kan pengetahuan yang tidak berhubungan

Masa lalu dan masa mendatang

Ungkapan perasaan dihindari


Tidak diakui
Klien membuka diri, pera-wat membuka diri dalam rangka menanggapi saja.
Dikenal oleh perawat dan klien

Pribadi dan berhubungan dengan perawat dan klien

Ada keterlibatan dan meng-gunakan pengetahuan yang berkaitan.

Sekarang

Ungkapan perasaan dido-rong oleh perawat.

Sangat diakui.

Sumber: Longo, DC. dan William, RA (1986; 25)

Dalam proses membina hubungan sesuai dengan tingkat perkembangan klien dengan mendorong perkembangan klien dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah dan membantu pemecahan maslah. Menurut ahli pendidikan anak membutuhkan asuhan dan pengalaman belajar agar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Perawat memberi umpan balik dan alternatif pemecahan dan klien dapat memakai informasi untuk menangani masalah yang belum dipecahkan secara konstruktif.
Proses berhubungan perawat-klien dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Stuart dan Sundeen, 1987; 104). Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu dilaksanakan (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Tugas Perawat pada Hubungan Terapeutik

Fase Tugas
Prainteraksi
• Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
• Analisa kekuatan-kelemahan profesional
• Dapatkan data tentang klien jika mungkin
• Rencanakan pertemuan pertama
Orientasi
• Tentukan alasan klien minta pertolongan
• Bina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka
• Rumuskan kontrak pertama
• Eksplorasi pikiran, perasaan dan perilaku klien
• Identifikasi masalah klien
• Rumuskan tujuan dengan klien
Kerja
• Eksplorasi stressor yang tepat
• Dorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif.
• Atasi penolakan perilaku adaptif
Terminasi
• Ciptakan realitas perpisahan
• Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
• Saling mengeksplorasi perasaan penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku klien
Sumber: Stuart dan Sundeen (1987; 104)

FASE PRA INTERAKSI

Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menetukan kontak pertama

FASE ORIENTASI

Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah serta merumuskan tujuan bersama klien.

Tabel 3. Elemen Kontrak Perawat-Klien

• Nama individu (perawat dan klien)
• Peran perawat dan klien
• Tanggung jawab perawat dan klien
• Tujuan hubungan
• Tempat pertemuan
• Waktu pertemuan
• Situasi terminasi
• Kerahasiaan
Sumber: Stuart dan Sundeen (1987; 107)
FASE KERJA

Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.


FASE TERMINASI

Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan bantuan.


KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987; 111), karena:
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan terapeutik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti keberhasilan intervensi keperawatan tergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
3. Komunikasi adalah hubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terapeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya.

Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu (pengirim dan penerima) adalah komunikasi yang akan memberikan efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat verbal maupun non verbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.

Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
1. Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
2. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
3. Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan tingkat keintiman hubungan.
4. Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan setempat.


SIKAP PERAWAT DALAM BERKOMUNIKASI

Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.


KEHADIRAN DIRI SECARA FISIK

Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.

Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991; 168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:

1. Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2 bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.

2. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.

3. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal yang sama baginya.


KEHADIRAN DIRI SECARA PSIKOLOGIS

Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 126).

Dimensi Respon

Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.

1. Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.

2. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.

3. Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah.
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.


4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.


Dimensi Tindakan

Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)

1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).

4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.

Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan hubungan perawat-klien.

Tabel 4. Respon dan Tindakan Terapeutik dalam Hubungan Perawat-Klien

Dimensi Karakteristik

Respon:

1. Ikhlas

2. Respek (Menghargai)



3. Empati







4. Konkrit


- Perawat terbuka, jujur, realistis, dapat dipercaya

- Menerima klien, mempercayai klien mempunyai kemampuan memecahkan masalah dengan bantuan
- Menghargai klien tanpa syarat

- Memandang klien melalui pandangan klien sendiri (internal)
- Peka terhadap perasaan klien saat ini
- Dapat mengidentifikasi masalah klien dan memberi alternatif pemecahan pada klien sesuai dengan ilmu dan pengalaman perawat tanpa menggangu integritas diri perawat

- Menggunakan terminologi yang spesifik bukan yang abstrak dalam mendiskusikan perasaan, pengalaman dan perilaku


Tindakan:

1. Konfrontasi


2. Segera




3. Keterbukaan



4. Emotional chatarsis



5. Bermain peran







- Perawat mengekspresikan kesenjangan perilaku klien untuk meningkatkan kesadaran dirinya.

- Memberi respon segera pada hal yang terjadi sekarang di tempat ini.
- Terjadi pada waktu interaksi dan dipakai untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal

- Perawat mengemukakan informasi tentang dirinya, ide, perasaan, nilai dan sikapnya untuk mendukung kerjasama dengan klien

- Mendorong klien bicara hal yang mencemaskan, perasaan takut, pengalaman dan kecemasan didiskusikan secara terbuka

- Bermain peran tentang situasi tertentu untuk meningkatkan kesadaran dalam hubungan interaksi dan kemampuan melihat situasi dari pandangan yang berbeda
- Klien belajar perilaku baru pada situasi yang aman.
Sumber: Stuart dan Sundeen, 1987; 13.


KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN KLIEN ANAK

Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:

1. Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak untuk dijawab dengan mengatakan “jawab dong”.

2. Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat meningkatkan rasa cemas terapis dan mengartikannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang diprogramkan.

3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.

4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata dimulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.

5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan dan persetujuan jika diperlukan.

6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.


TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):


1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Memberi kesempatan untuk memilih, contoh: apakah yang sedang saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Beri dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh .…

3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.

5. Refleksi
a. Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Gunanya untuk:
a. mengetahui dan menerima ide dan perasaan
b. mengoreksi
c. memberi keterangan lebih jelas.
Kerugiannya adalah:
a. mengulang terlalu sering tema yang sama
b. dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.

6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
Contoh:
Klien : Wanita sering jadi bulan-bulanan.
Perawat : Coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita.

7. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
Contoh: Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya.

8. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?


9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.

10. Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.

11. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.

Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada klien.


KESIMPULAN

Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terpeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.

Daftar Pustaka.
-Budi Anna Keliat,Hubungan & komunikasi Terapeutik
-Stuart & Sundeen

ETIK DAN MORAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN


PENDAHULUAN


Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

ETIKA, MORAL DAN NILAI-NILAI

Pengertian:

§ Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku.

§ Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI.
§ Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.

§ Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional

NILAI-NILAI ESENSIAL DALAM PROFESI

Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu:
1. Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
2. Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan.
3. Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi
4. Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5. Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.

6. Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7. Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional.

PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI

Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain: (1) Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul; (2) Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda; (3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut; (4) Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik; (5) Tanggung jawab untuk memilih; adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.

KLARIFIKASI NILAI-NILAI (VALUES)

Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya (Steele&Harmon, 1983). Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam aplikasi keperawatan dan kebidanan. Ada tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat dan bidan.

Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu; (2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.

Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan; (2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.

Tindakan (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari; (2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.
Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasen dan ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa nyaman. Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana kita perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara khusus dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dalam masyarakat luas.

PELAKSANAAN ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KLINIS
KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat/bidan diperlukan untuk menempatkan nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat/bidan bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasen yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasen kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat/bidan adalah berusaha membantu pasen untuk mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri.

Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang sangat sukses dan mempunyai akses di luar dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali dalam mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga terjadi perdarahan lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit. Selain itu dia juga perokok berat sebelumnya. Ketika kondisinya telah mulai pulih perawat berusaha mengadakan pendekatan untuk mempersiapkannya untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena pembicaraan akhirnya mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. Kendati demikian upaya tersebut harus selalu dilakukan dan kali ini perawat menyusun list pertanyaan dan mengajukannya kepada pasen tersebut. Pertanyaannya, “Apakah tiga hal yang paling penting dalam kehidupan bapak dari daftar dibawah ini ?” Pasen diminta untuk memilih atas pertanyaan berikut:

1. Bersenang-senang dalam kesendirian (berpikir, mendengarkan musik atau
membaca).
2. Meluangkan waktu bersama keluarga.
3. Melakukan aktifitas seperti: mendaki gunung, main bola atau berenang.
4. Menonton televisi.
5. Membantu dengan sukarela untuk kepentingan orang lain.
6. Menggunakan waktunya untuk bekerja.
Langkah berikutnya adalah mengajaknya untuk mendiskusikan prioritas yang dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi nilai-nilai sebagai berikut:
1. Memilih: Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen, misalnya stress yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktifitasnya, maka sarankan kepadanya memilih secara bebas nilai-nilai kunci yang dianutnya. Bila dia memilih masalah kesehatannya, maka hal ini menunjukkan tanda positif.
2. Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan promosikan nilai-nilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan dari keluarganya. Contoh: istri dan anak anda pasti akan merasa senang bila anda memutuskan untuk berhenti merokok serta mengurangi kegiatan bisnis anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.
3. Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru yang konsisten setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen untuk memikirkan suatu cara bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang perlu diucapkan perawat/bidan kepada pasennya: “Bila anda pulang, anda akan menemukan cara kehidupan yang berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi kesehatan anda”.

PERILAKU ETIS PROFESIONAL

Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan /kebidanan.

Pendekatan Berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain; (1) Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang: (2) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi.
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.

Pendekatan Berdasarkan Asuhan

Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik mengarahkan banyak perawat atau bidan untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban moral. Hubungan perawat/bidan dengan pasen merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus

kepada pasen, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat atau bidan. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat/bidan dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau sejawat, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan meliputi : (1) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan; (2) Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasen sebagai manusia; (3) Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung-jawab profesional; (4) Mengingat kembali arti tanggung-jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih-sayang, dan menerima kenyataan. (Taylor,1993).

Asuhan juga memiliki tradisi memberikan komitmen utamanya terhadap pasen dan belakangan ini mengklaim bahwa advokasi terhadap pasen merupakan salah satu peran yang sudah dilegimitasi sebagai peran dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan. Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasen. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat atau bidan, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau bidan yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb: (1) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen; (2) berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya; (3) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasen. Bila menghargai otonomi, perawat atau bidan harus memberikan informasi yang akurat, menghormati dan mendukung hak pasien dalam mengambil keputusan.

KESIMPULAN

Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan / kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan

EVALUASI

1. Sebutkan pengertian etika dan moral, apa perbedaannya.
2. Apa yang dimaksud dengn transmisi nilai-nilai?
3. Sebutkan 3 fase klarifikasi nilai-nilai dan jelaskan masing-masing!
4. Bagaimana transmisi nilai-nilai profesional diadopsi oleh seorang perawat?
5. Sebutkan 4 karakteristik dalam pendekatan melelui prinsip asuhan!

LATIHAN

A. Kasus Kebidanan
Seorang ibu PP masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan anamnesa dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Sekarang ini pasen tersebut berada dalam kala II dan kala II yang berlangsung agak lambat, tetapi ada kemajuan. Perineum masih kaku dan tebal. Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya. Sementara waktu berjalan terus dan bjj mulai menunjukkan keadaan yang tidak stabil/fetal distress dan ini mengharuskan bidan untuk mempertimbangkan melakukan episiotomi, tetapi ibu tersebut tidak menggubrisnya. Bidan berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasen untuk melindungi bayinya. Jika bidan melakukan episiotomi tanpa persetujuan pasen, maka bidan akan dihadapkan kepada sederetan tuntutan.

Diskusikan:
1. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasen, bagaimanakah pendapat Anda ditinjau dari segi etik dan moral ?
2. Bila tidak dilakukan, apa yang akan terjadi pada bayinya ? Dan bagaimana sikap Anda terhadap kasus ini ?

B. Kasus Keperawatan
Pasen 35 tahun, wanita, dirawat karena disentri amuba. Diberikan th/ flagil 3 x 2 tablet @ 500 mg. Dari pantauan perawat, obat sudah habis tetapi tidak ada kemajuan, padahal obat selalu dibagikan oleh perawat pagi, siang, sore sebelum makan. Pada saat perawat verbed masuk diketahui ada obat flagil di bawah bantalnya. Setelah ditanyakan, pasen menjawab bahwa obatnya mahal, karena itu ia simpan supaya tidak cepat habis.

Diskusikan:
1. Mengapa hal tersebut bisa terjadi ?
2. Siapa yang bertanggung jawab ?
3. Langkah-langkah apa yang diambil oleh Ka. Ruangan ?


KEPUSTAKAAN

Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone, 1997, Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.